Mewujudkan Proyek Transportasi Massal LRT Jakarta
via katadata.com
via katadata.com
Seolah-olah LRT adalah mimpi yang akan segera terwujud. Bisa dibayangkan bepergian keliling kota Jakarta bisa dilakukan dalam sehari tanpa menguras banyak tenaga dan pikiran. Namun seperti apa efek dibangunnya transportasi LRT? Apakah ada tantangan yang juga menyertai datangnya LRT?
LRT atau Light Rail Transit adalah transportasi massal yang mampu menampung banyak orang dengan jenis kereta ringan dan cepat. LRT menjadi salah satu moda transportasi alternatif yang sedang dikerjakan oleh pemerintah kota Jakarta. Saat ini terdapat 2 proyek pembangunan transportasi yang sedang berlangsung yaitu LRT dan MRT yang keduanya merupakan moda transportasi berbasis rel.
Moda transportasi monorail sempat dimulai pada tahun 2004 namun proyek tersebut akhirnya resmi terhenti pada tahun 2015. Mangkraknya proyek monorail menjadi cikal bakal pembangunan proyek LRT. Pada tahun 2015, tercatat sudah ada 160 tiang monorail yang dipasang di kawasan Kuningan hingga Senayan yang hanya menyebabkan kemacetan dan merusak pemandangan. Tiang tersebut rencananya akan dimanfaatkan sebagai tiang penyangga jalur LRT. [1][2]
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menghentikan proyek pembangunan monorail dikarenakan tidak menyetujui pembangunan Depo kereta yang dibangun di atas waduk Setiabudi karena dikhawatirkan akan menyebabkan jebolnya waduk. Ahok sendiri mengajukan pembangunan transportasi LRT kepada Presiden Joko Widodo karena menganggap proyek LRT lebih mudah terintegrasi dengan transportasi lain. [1]
Di sisi lain, kemacetan Jakarta semakin hari semakin menjadi-jadi dengan pertumbuhan kendaraan seperti mobil dan motor mencapai 12% tiap tahunnya. [3] Indonesia juga sangat tertinggal dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia dalam hal transportasi massal. Hal tersebutlah yang melatar belakangi pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal seperti LRT di Jakarta.
Pembangunan proyek LRT didasarkan pada 2 Peraturan Presiden (Perpres) yaitu Perpres No 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan / Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi dan Perpres No 99 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum di Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. [1]
Peraturan tersebut membuat proyek pembangunan LRT harus dikebut agar cepat selesai. Transportasi LRT tersebut nantinya akan terintegrasi dengan transportasi massal lainnya seperti MRT, KRL, dan TransJakarta.
Pembangunan LRT dalam kota akan dikerjakan oleh Pemerintah DKI Jakarta bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yaitu PT Jakarta Propertindo. Sedangkan proyek LRT Jabodebek akan dikerjakan oleh PT Adhi karya.
Proyek pembangunan LRT Jabodebek tahap I telah berjalan hampir 2 tahun sejak peletakan batu pertama (groundbreaking) yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada tanggal 9 September 2015 lalu dan diharapkan dapat selesai pada tahun 2018. [1]
Sementara, proyek pembangunan LRT dalam kota dimulai dengan rute Kelapa Gading ? Velodrome yang dibangun pada 22 Juni 2015 masih dalam tahap pembangunan. [1][4] Proyek ini juga ditargetkan selesai pada tahun 2018 untuk menyambut event Asian Games yang nantinya akan dilanjutkan ke Dukuh Atas. [4] Jalur atau U shape untuk kereta LRT Jakarta diproduksi sendiri dengan menggunakan bahan baku yang dipasok oleh PT Adhi Karya. Proses konstruksinya menggunakan teknologi yang dibangun oleh tenaga ahli dalam negeri. [5]
Tidak seperti pembiayaan dalam proyek MRT Jakarta yang lancar-lancar saja karena berasal dari satu sumber, proyek LRT Jakarta yaitu LRT Jabodebek memiliki skema pembiayaan yang cukup rumit. Pembangunan LRT dalam kota memiliki total anggaran Rp 60 trilyun. Sementara LRT Jabodebek membutuhkan dana sebesar Rp 23,8 trilyun. [1]
Sebelum skema pembiayaan dirancang, dana pembangunan awal LRT Jabodebek berasal dari APBN. Kemudian, PT Adhi karya bersedia untuk menalangi 30% dari biaya pembangunan untuk sementara waktu agar pembangunan tidak terhenti saat skema pembiayaan disusun. [6]
Setelah skema pembiayaan selesai dan resmi digunakan, proyek LRT Jabodebek memiliki skema yang akan menggabungkan antara investasi APBN dan non APBN. Skema pembiayaan diputuskan menjadi 67% perbankan (non APBN) dan 33% APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan kepada PT KAI dan PT Adhi Karya. Biaya perbankan sebesar 67% atau sekitar 18 trilyun didapat dari Bank BUMN yakni BNI, BRI, dan Bank Mandiri dan didukung oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). [7][8]
Pembangunnanya belum siap, namun Pemerintah sudah mensubsidi tarif yang nantinya harus dibayarkan oleh calon penumpang dengan skema Public Service Obligation (PSO). Rencananya setelah proyek selesai, Pemerintah akan mengambil alih pengoperasian proyek dari PT Adhi Karya dengan tujuan menurunkan tarif tiket. [9]
Jika pengoperasian LRT dijalankan oleh PT Adhi karya, tarif tiket LRT bisa mencapai Rp 37,500 mengingat PT Adhi Karya sebagai kontraktor sekaligus operator LRT Jabodebek ikut menanggung beban proyek. [10]
Pemerintah juga akan melelang penyediaan sarana LRT kepada pihak swasta. Diperkirakan harga tiket akan berkisar antara Rp 10,000 sampai Rp 15,000 dengan perkiraan penumpang di bawah 200,000 perhari. [9]
Gerbong kereta LRT Jakarta akan berukuran 20 m untuk panjang dan 3 m untuk lebar dengan kapasitas maksimal 226 penumpang per gerbong atau 678 penumpang dalam satu rangkaian/set dengan kecepatan maksimal 80 km/jam. Nantinya LRT Jakarta akan terdiri dari 3 gerbong dalam satu set dan akan berjumlah total 60 set kereta LRT. Untuk pengadaan gerbong kereta, nantinya akan dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. [5]
LRT bisa dibilang merupakan adik dari MRT. LRT memiliki kapasitas yang lebih kecil, kecepatan yang lebih lambat, dan jumlah gerbong yang lebih sedikit dibanding MRT. MRT memiliki kapasitas dan gerbong 2-3 kali lebih besar dari LRT dengan jumlah 6 gerbong dan memiliki kapasitas 1950 penumpang dalam satu set kereta. Dalam hal kecepatan, MRT memiliki kecepatan maksimal 100 km/jam.
LRT memiliki keunggulan yaitu stasiunnya bisa digabungkan dengan gedung-gedung karena tidak sebesar lintasan MRT. Biaya pembangunan jalur LRT Jakarta juga tidak semahal MRT Jakarta karena menggunakan lahan milik pemerintah.
Jika pemerintah sudah memiliki MRT, kenapa harus membuat LRT juga? Kereta yang digunakan dalam LRT lebih ringan dibanding MRT. Jalurnya pun tersebar dengan jangkauan yang lebih luas di seluruh Jakarta. Keduanya akan terintegrasi agar bisa saling bekerja sama mengurangi kemacetan di Jakarta karena memiliki jalur lintasan yang tidak bersinggungan dengan jalan sehingga perjalanannya tidak akan terhambat oleh kendaraan lain.
Pembangunan LRT terdiri dari 2 proyek yaitu proyek LRT dalam kota dan Proyek LRT Jabodebek. LRT dalam kota dikerjakan oleh Pemerintah DKI Jakarta, sementara jalur luar kota yang menghubungkan Jakarta dengan kota di sekitarnya seperti Bogor, Depok, dan Bekasi akan dibangun oleh PT Adhi karya dengan total stasiun sebanyak 41. [1]
Jalur dalam kota terdiri dari 7 rute yaitu:
LRT Jabodebek memiliki total jarak 83 km yang dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:
LRT Jakarta dalam kota didesain oleh PT Pembangunan Jaya dan Konstruksi Jaya yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta.[1] Setelah proyek tersebut selesai, Pemerintah akan menunjuk PT KAI sebagai operator LRT dalam kota dan PT Adhi Karya sebagai operator LRT Jabodebek. [11]
Transportasi LRT Jakarta bisa dibilang agak terlambat dibanding dengan LRT Palembang yang kini sudah berbentuk.[12] Kedua proyek LRT tersebut sama-sama dibangun untuk menyambut ajang Asian Games 2018 yang akan digelar pada bulan Agustus sampai September. LRT Jakarta baru akan selesai dan diuji coba pertama kali pada pertengahan 2018, sementara LRT Palembang sudah bisa dioperasikan pada awal tahun depan. [12]
Proyek LRT Palembang membentang sepanjang 25 km. [12] Sementara proyek LRT Jakarta dibagi menjadi 2 yaitu LRT dalam kota dan Jabodebek dengan total jarak lebih dari 100 km, ditambah dengan proyek MRT yang saat ini dalam tahap pembangunan ikut membantu menyibukkan Jakarta.
Sejumlah stasiun LRT sudah ditentukan lokasinya, pembangunannya pun sedang dikerjakan. Namun adakah dampak pembangunan LRT bagi pertumbuhan daerah sekitarnya? Dengan menggunakan prinsip TOD atau Transit Oriented Development, stasiun LRT nantinya akan terhubung dengan fasilitas umum seperti apartemen, rumah sakit, kantor, pusat perbelanjaan, dan rusunawa. [13]
Gubernur Ahok juga akan membangun apartemen bersubsidi, pasar perkulakan dan akan terintegrasi dengan halte dan terminal di sekitar Depo stasiun LRT yang terletak di Kelapa Gading. Depo sendiri adalah garasi sekaligus bengkel yang menjadi tempat penyimpanan, perawatan, sekaligus perbaikan kereta LRT. Pembangunan akan semakin digencarkan dan akan mengakibatkan meningkatnya nilai jual properti di tempat tersebut.
Pertumbuhan semakin terasa bagi mereka yang tinggal di luar Jakarta seperti Bogor, Depok, dan Bekasi. Bekasi adalah salah satu kota yang disebut-sebut memiliki akses yang sulit dijangkau dari maupun menuju Jakarta. Beberapa orang memilih untuk tinggal di Bekasi atau kota-kota lainnya dikarenakan harga tanah di Jakarta yang terlampau mahal.
Dengan kemudahan transportasi yang ditawarkan oleh LRT, tidak menutup kemungkinan kota Bekasi akan tumbuh dengan dibangunnya perumahan dan apartemen baru sehingga berdampak pada berkembangnya kota Bekasi. Bahkan, kenaikan harga tanah sudah mulai dirasakan akibat meningkatnya permintaan tanah di daerah Bekasi. Kenaikan harga tanah berkisar antara 20-200% tergantung seberapa banyak lahan yang tersedia. [14]
Bogor juga menjadi salah satu kota yang merasakan pengaruh pembangunan LRT Jabodebek. Bogor yang memiliki Sentul City akan merasa terbantu dengan adanya LRT Jabodebek yang akan membantu mempercepat pertumbuhan Sentul City sebagai kota mandiri. [13]
Para developer dan pengusaha properti akan tertarik untuk mengembangkan daerah di sekitar kota Jakarta yang terhubung dengan LRT menjadi kawasan yang terdiri dari pusat ekonomi dan bisnis. Selain itu, akan bermunculan para investor baru yang bersedia menginvestasikan hartanya dalam bisnis properti.
Stasiun LRT nantinya akan menjadi tempat yang ramai di mana orang biasa berlalu-lalang. Hal itu pastinya dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk membuka usaha di daerah tersebut sehingga secara tidak langsung akan membantu meningkatkan perekonomian pihak tertentu sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru. Bukan tidak mungkin daerah sekitar stasiun akan menjadi tempat perputaran uang yang menjanjikan.
Berdasarkan data tahun 2014, jumlah mobil pribadi di Jakarta mencapai 3 juta unit dengan pertumbuhan 1500 unit per hari. Sementara jumlah kendaraan bermotor mencapai 13 juta unit dengan pertumbuhan 4500 unit per hari. [3]
Jika 1 mobil rata-rata terdiri dari 4 orang. Maka 1 rangkaian kereta LRT mampu mengurangi lebih dari 150 mobil yang melintas di Jakarta setiap harinya yang mengartikan 1 gerbong LRT dapat diisi dengan penumpang dalam kurang-lebih 50 mobil. Jika 1 mobil memiliki panjang sekitar 4,5 m dengan lebar 1,7 m (kijang innova) dan lebar jalan (jalan arteri) > 8 m (+/- lebar 4 mobil), itu berarti antrian kemacetan akibat mobil pribadi sepanjang 150 m mampu dikurangi hanya dengan 1 rangkaian kereta LRT.
Belum termasuk transportasi MRT yang berkapasitas 1950 penumpang dalam satu rangkaian yang mampu mengurangi lebih dari 450 unit mobil. Itu baru satu rangkaian kereta, bagaimana jika 60 set kereta LRT dan 14 set kereta MRT sudah mulai beroperasi secara keseluruhan?
Total penumpang LRT diperkirakan mencapai kurang dari 200,000 perhari dan MRT mencapai 173,400 per hari. Ditambah dengan KRL yang setiap harinya mampu membawa 800,000 penumpang, diperkirakan jumlah penggunaan mobil pribadi yang berkurang saat transportasi LRT dan MRT sudah beroperasi secara efektif bisa mencapai ratusan ribu unit per hari.
Berapa banyak pohon yang ditebang dalam pembangunan proyek tersebut? Bahkan proyek LRT Palembang dan MRT Jakarta terpaksa mengorbankan pohon demi keberlangsungan proyeknya. Walaupun begitu, proyek-proyek besar tersebut memiliki rencana penanaman kembali sesuai dengan dokumen AMDAL atau Analisa Mengenai Dampak Lingkungan.
Namun sebagai masyarakat awam, mungkin akan terlintas di pikiran kita pertanyaan-pertanyaan seperti, Apa pohon yang ditanam dari jenis yang
sama?
Apa jumlah dan ukurannya sama?
Dimana pohon tersebut akan ditanam kembali?
Seberapa jauh tempatnya dari posisi awal?
dan Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menanam kembali pohon yang baru sejak pohon yang lama ditebang?
Sebelum kita mendapat manfaat dari pembangunan LRT, kita harus bersedia bersabar terlebih dahulu. Kenyamanan transportasi yang ditawarkan LRT belum bisa kita rasakan saat ini. Bagaikan minum obat, kita harus merasakan pahitnya obat sebelum merasakan kesembuhan. LRT yang dibangun dengan tujuan mengurangi kemacetan justru tidak bisa mencegah kemacetan yang diakibatkan oleh pembangunannya sendiri.
Seperti yang terjadi di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kemacetan tidak bisa dihindari oleh sejumlah pengendara baik motor maupun mobil. [15] Kendaraan proyek yang keluar-masuk, penyempitan jalan, dan bisingnya konstruksi proyek turut menyumbang kekacauan yang sudah terjadi di jalan.
Rekayasa lalu lintas dirasa harus dilakukan oleh Dinas Perhubungan untuk mengurai kemacetan. Sosialisasi kepada warga juga perlu ditingkatkan guna memperingati para pengguna jalan untuk menghindari jalan tertentu karena terdapat proyek pembangunan LRT. [15] Sayangnya kita masih harus menunggu proses konstruksi yang sedang berlangsung dan berharap proyek tersebut cepat selesai.
Proyek LRT mungkin bisa mengurangi kemacetan. Namun akan timbul masalah lain yaitu memancing para pedagang tidak resmi untuk berjualan di sekitar stasiun. Para pedagang pastinya mencium peluang yang bisa didapatkan jika berjualan di sekitar stasiun yang ramai.
Secara ekonomi mungkin bagus bagi beberapa pihak, namun kenyamanan para penumpang menjadi korbannya. Namun, pasti solusi bagi pedagang-pedagang tersebut agar tetap bisa berjualan namun tidak mengganggu penumpang LRT Jakarta. Salah satu caranya adalah menyediakan tempat berjualan yang layak dan terjangkau.
Dibalik dampak positif yang bisa kita dapatkan dari pembangunan proyek LRT, terdapat beberapa dampak negatif yang bisa saja muncul. Penting bagi pemerintah untuk terus memperhatikan proyek-proyeknya dari berbagai sisi dan mengambil tindakan serius apabila terjadi kejadian yang tidak diinginkan sebagai pertangggung-jawaban pemerintah atas proyek yang dibuatnya.
Kita harus sabar melewati pahitnya pembangunan proyek LRT sebelum bisa merasakan manisnya. Sudah siapkah Anda akan menyambut era baru transportasi Jakarta?
{BuyRp}{Unit}